Selasa, 18 Januari 2011

Sang Guru Berkharisma

St Kartono
Penuh dengan semangat, permulaan yang tepat untuk menggambarkan seorang Stefanus Kartono. Dari kacamata seorang 'saya', beliau sangat membawa inspiratif dan perubahan besar. Entah, dari tutur katanya yang bijak, berbobot atau dari gesturenya yang spontan membuat seolah-olah beliau begitu memiliki kharisma. Bertemu pertama kali ketika mengikuti mata kuliah Teknik Penulisan Berita, beliau yang sangat disiplin waktu, selalu datang lebih awal dari para mahasiswa, dan menyambut kedatangan para mahasiswa dengan senyum ramah dan antusias. Tentu saja, setiap mata kuliah yang dibawakan beliau dibawakan dengan sangat menyenangkan dan tidak membosankan, mengajak para mahasiswa untuk aktif menulis dan bertanya, dan memberikan kesempatan untuk belajar 'di luar' (ekspedisi, wawancara, dsb). 

Pertemuan kedua saya dengan beliau ketika saya diberi kesempatan menjadi mahasiswa PPL di Kolese De Britto. Dengan tangan terbuka, beliau membimbing dan mengajarkan tentang bagaimana menjadi guru yang baik. Setelah hampir dua tahun ini, saya belajar banyak dari beliau. Secara tidak langsung banyak hal yang bisa disharingkan, berbagi pengalaman, saran dan kritik serta saling membantu dalam berbagai permasalahan. Seperti kata beliau, "Selama saya bisa bantu pasti saya bantu", hal itu pula yang juga saya contoh dalam kehidupan sehari-hari, berusaha membantu teman selama saya masih bisa membantu. 

* Sebuah tulisan singkat ini adalah sepenggal kekaguman saya akan beliau. Tulisan ini memang tak seindah dan tak sebermakna tulisan yang dibuat beliau, namun saya ingin begitu, membudidayakan kesenangan dengan menulis. Karena semua manusia tak ada yang sama, paling tidak saya ingin sama-sama senang menulis dan mendidik siswa kelak. Itu saja.

Terima kasih untuk bimbingannya selama ini Sang Guru Berkharisma...

**mohon maaf apabila ada kesalahan kata/nama

 

Rabu, 12 Januari 2011

Aturan, Hukum, Norma. Mengapa menjadi soal?

Ini hanya berdasar ingatan, sejarah, tanpa data-data yang akurat, tapi saya yakin hal ini pasti juga dibicarakan oleh khalayak banyak. Banyaknya peraturan yang dibuat berdasarkan kepentingan agar mencapai tujuan lebih baik, ternyata juga banyak menimbulkan ketimpangan. Dan, saya pun tak bisa menyalahkan jika nanti tulisan ini menjadi subjektif walaupun saya berusaha untuk seobjektif mungkin.

***

Adalah orang yang kurang kerjaan ketika berpikir: Ada berapa banyak peraturan dalam hidup ini? Karena saya termasuk orang yang kurang kerjaan maka saya sedang bertanya, berapa banyak peraturan ya di hidup ini?
Saya orang Indonesia yang sadar betul akan banyaknya perbedaan, karena latar belakang yang berbeda itu pastilah banyak peraturan adat. Di setiap tempat pasti ada norma, hukum adat yang dibuat pihak-pihak tertentu yang sudah diikhwalkan dan diamini oleh penduduk setempat. Hukum adat di setiap tempat berbeda-beda, tapi misalnya saja sama-sama orang Jawa saja ada juga aturan yang membedakan meskipun satu ras. Nah, kalau sudah begitu berapa banyakkah hukum adat di Indonesia? Sedikit terbantu ya, dengan acara tv yang menayangkan acara adat masyarakat di beberapa daerah, dan ikut merasakan adat masyarakat tersebut. 

Saya orang beriman, dan sebagai orang beriman saya tahu betul peraturan-peraturan dan hukum dalam agama saya. Yang saya tau, hukum agama dibuat agar umatnya tidak melakukan hal-hal yang tidak dikehendaki Tuhan. Hukum setiap agama berbeda pula, dan semua diatur dalam undang-undang agamanya sendiri-sendiri. 

Aturan dan Norma ketiga adalah hukum keluarga. Meski tidak tertulis, namun saya tahu betul bagaimana keluarga saya, dan peraturan-peraturan yang harus saya lakukan. Sebagai anak, saya menjalankan porsi saya sebagai anak dan melakukan kewajiban serta tidak menyimpang dari aturan keluarga yang tidak diharapkan. Simpel, misalnya saja tanpa diberitahu lewat undang-undang keluarga yang tertulis, saya tidak boleh seenaknya mengambil keputusan yang penting tanpa persetujuan orang tua/saudara.

Hukum negara, peraturan-peraturan yang dibuat instansi sangat jelas dibuat dan ditulis agar warganya tidak melakukan kesalahan. Dan pasti setiap beberapa tahun sekali bahkan setiap kali peraturan negara bisa tiba-tiba berubah. Kadang warga menjadi bingung, dan tidak sependapat, lalu terjadilah demo supaya peraturan tersebut di ubah lagi. 

Ternyata, dalam hidup ini saya mendapat empat aturan/hukum yang umum yang selalu saya lakukan dan sering saya langgar. Mengapa menjadi soal? Karena saya pikir, manusia itu hanya makhluk biasa yang menganggap semua sempurna namun ternyata tidak. Peraturan-peraturan tertulis baik yang termuat dalam undang-undang, atau peraturan lisan yang sudah disepakati terkadang banyak menimbulkan konsekuensi dan persoalan. Saya pikir, kenyataan bahwa manusia itu berbeda, menjadi persoalan tersendiri. Karena perbedaan itulah yang membuat saya risih, bukan karena tak mau menerima perbedaan, tapi justru karena berbeda kita mendapat kendala yang terlalu banyak. Saya sadar betul, dari ujung sana sampai ujung sana manusia itu tidak ada yang sama, orang kembar pun tetaplah berbeda. Tetapi, kadang kita terpentok dengan peraturan-peraturan yang menimbulkan kesenjangan. Sakit lho kalau kita tu dihadapkan pada sesuatu yang membuat kita "berbeda" dengan yang lain. Meski kita saling menghormati, tapi peraturan tersebut terkadang membuat kita terkekang. 

Maka nggak heranlah sekarang kalau manusia mulai membangkang, nggak manut sama peraturan yang dibuat sendiri. Lucu kan?? Sebenarnya, kalau otak manusia digunakan dengan baik maka yang ada tuh hanyalah "kesadaran" akan adanya perbedaan. Nggak perlu pakai hukum/peraturan/norma juga bisa jalan kalau manusianya tu bermoral. Jadi jangan salahkan hukum yang dibuat manusia sendiri deh, memang harusnya manusianya sendiri yang tidak mencari-cari masalah. Agar bisa "guyub" dengan Tuhan dan sesama kan dimulai dari diri sendiri. Kalau dari diri sendiri tidak bisa mengontrol keegoisannya, ke depan ia akan menjadi pribadi yang individual dan hanya berpandangan untuk kepentingannya sendiri. Ada peraturan atau tidak anggap saja manusia di sekitar ini adalah saudara, bukan pejabat, bukan rakyat jelata, bukan orang putih, hitam, merah, bukan pula makhluk yang najis. Karena di mata-Nya semua makhluk derajatnya sama.