Jumat, 31 Desember 2010

IMPLIKATUR


Pragmatik merupakan cabang ilmu bahasa (linguistik) yang belakangan ini semakin dikenal. Salah satu bagian pragmatik yang akan dibahas dalam makalah ini adalah Implikatur. Konsep implikatur pertama kali dikenalkan oleh H.P Grice (1975) untuk memecahkan persoalan makna bahasa yang tidak dapat diselesaikan oleh teori semantik biasa. Implikatur bahasa dipakai untuk memperhitungkan apa yang disarankan atau apa yang dimaksud oleh penutur sebagai hal yang berbeda dari apa yang dinyatakan secara harafiah (Brown dan Yule, 1983:31 dalam Abdul Rani, 2006:176). Untuk lebih jelasnya, akan dijelaskan bahasan implikatur secara rinci di bawah ini.

 
A. Pengertian Implikatur
Dijelaskan lebih lanjut bahwa Grice (dalam Suseno,1993:30 via Mulyana) mengemukakan bahwa implikatur adalah ujaran yang menyiratkan sesuatu yang berbeda dengan yang sebenarnya diucapkan. Sesuatu "yang berbeda" tersebut adalah maksud pembicara yang dikemukakan secara eksplisit. Dengan kata lain, implikatur adalah maksud, keinginan, atau ungkapan-ungkapan hati yang tersembunyi.
Dalam artikelnya yang berjudul Logic and Conversation mengemukakan bahwa sebuah tuturan dapat mengimplikasikan proposisi yang bukan merupakan bagian dari tuturan bersangkutan. Proposisi yang diimplikasikan itu disebut implikatur (implicature). Karena implikatur bukan merupakan bagian tuturan yang mengimplikasikannya, hubungan kedua proposisi itu bukan merupakan konsekuensi mutlak (necessary consequence).
Secara etimologis, implikatur diturunkan dari kata implicatum dan secara nomina kata ini hampir sama dengan kata implication, yang artinya maksud, pengertian, keterlibatan (Echols,1984:313 via Mulyana).
Secara structural, implikatur berfungsi sebagai jembatan/rantai yang menghubungkan antara "yang diucapkan" dengan "yang diimplikasikan".    
    Menurut PWJ Nababan (1987:28) dalam Abdul Rani menyatakan bahwa implikatur berkaitan erat dengan konvensi kebermaknaan yang terjadi di dalam proses komunikasi. Konsep itu kemudian dipahami untuk menerangkan perbedaan antara hal "yang diucapkan" dengan hal "yang diimplikasikan".

 
B. Jenis-jenis Implikatur
    Grice (1975) dalam Abdul Rani (2006: 171) menyatakan, bahwa ada dua macam implikatur, yaitu (1) conventional implicature (implikatur konvensional), dan (2) conversation implicature (implikatur percakapan).Berikut ini merupakan penjelasan dua macam implikatur tersebut:
  1. Implikatur konvensional
    Implikatur konvensional yaitu implikatur yang ditentukan oleh "arti konvensional kata-kata yang dipakai". Maksudnya adalah pengertian yang bersifat umum, semua orang umumnya sudah mengetahui tentang maksud atau pengertian sesuatu hal tertentu.

    Contoh:
    (1). Lestari putri Solo, jadi ia luwes.
    Implikasi umum yang dapat diambil antara putri Solo dengan luwes pada contoh di atas bahwa selama ini, kota Solo selalu mendapat predikat sebagai kota kebudayaan yang penuh dengan kehalusan dan keluwesan putrid-putrinya. Implikasi yang muncul adalah, bahwa perempuan atau wanita Solo umumnya dikenal luwes penampilannya.
    Implikatur konvensional bersifat nontemporer. Artinya, makna atau pengertian tentang sesuatu bersifat lebih tahan lama. Suatu leksem, yang terdapat dalam suatu bentuk ujaran, dapat dikenali implikasinya karena maknanya "yang tahan lama" dan sudah diketahui secara umum.
  2. Implikatur percakapan
    Implikatur jenis ini dihasilkan karena tuntutan dari suatu konteks pembicaraan tertentu. Implikatur percakapan ini memiliki makna dan pengertian yang lebih bervariasi. Pasalnya, pemahaman terhadap hal "yang dimaksudkan: sangat bergantung kepada konteks terjadinya percakapan. Jadi, bila implikatur konvensional memiliki makna yang tahan lama, maka implikatur percakapan ini hanya memiliki makna yang temporer yaitu makna itu berarti hanya ketika terjadi suatu percakapan tersebut/terjadi pembicaraan dalam konteks tersebut.
    Dalam suatu dialog (percakapan), sering terjadi seorang penutur tidak mengutarakan maksudnya secara langsung. Hal yang hendak diucapkan justru 'disembunyikan', diucapkan secara tidak langsung, atau yang diucapkan sama sekali berbeda dengan maksud ucapannya.
    Contoh:
    (2)    Ibu    : Ani, adikmu belum makan.
        Ani    : Ya, Bu. Lauknya apa?
    Pada contoh di atas, percakapan antara Ibu dengan Ani mengandung implikatur yang bermakna 'perintah menyuapi'. Dalam tuturan itu, tidak ada sama sekali bentuk kalimat perintah. Tuturan yang diucapkan Ibu hanyalah pemberitahuan bahwa 'adik belum makan'. Namun, karena Ani dapat memahami implikatur yang disampaikan Ibunya, ia menjawab dan kesiapan untuk melaksanakan perintah ibunya tersebut.
    Grice menjelaskan bahwa implikatur percakapan itu mengutip prinsip kerjasama atau kesepakatan bersama, yakni kesepakatan bahwa hal yang dibicarakan oleh partisipan harus saling berkait. Grice mengemukakan pula bahwa prinsip kerjasama yang dimaksud sebagai berikut: Berikanlah sumbangan Anda pada percakapan sebagaimana yang diperlukan sesuai dengan tujuan atau arah pertukaran pembicaraan Anda terlihat di dalamnya. Dengan prinsip umum tersebut, dalam perujaran, para penutur disarankan untuk menyampaikan ujarannya sesuai dengan konteks terjadinya peristiwa tutur, tujuan tutur, dan giliran tutur yang ada. Prinsip kerjasama ini, ditopang oleh seperangkat asumsi yang disebut prinsip-prinsip percakapan (maxims of conversation) yang meliputi: (1) prinsip kuantitas, memberi informasi sesuai dengan yang diminta (2) prinsip kualitas, menyatakan hanya yang menurut kita benar atau cukup bukti kebenarannya (3) prinsip hubungan, memberi sumbangan informasi yang relevan dan (4) prinsip cara, menghindari ketidakjelasan pengungkapan, menghindari ketaksaan, mengungkapkan secara singkat, mengungkapkan secara beraturan. Tiga yang pertama berkenaan dengan 'apa yang dikatakan', dan yang keempat berkenaan dengan 'bagaimana mengatakannya'.
    Namun, prinsip kerjasama ini disanggah oleh Leech (1985:17) via Abdul Rani (2006) yang mengatakan bahwa, dalam pragmatik, komunikasi bahasa merupakan gabungan antara tujuan ilokusi dan tujuan sosial. Dengan demikian, dalam komunikasi bahwa itu, di samping menyampaikan amanat dan bertindak tutur, kebutuhan dan tugas penutur adalah menjaga agar percakapan berlangsung lancar, tidak macet, tidak sia-sia, dan hubungan sosial antara penutur pendengar tidak terganggu. Untuk itu, menurut Leech, prinsip kerjasama Grice harus berkomplemen (tidak hanya sekedar ditambah) dengan prinsip sopan santun agar prinsip kerjasama terselamatkan dari kesulitan menjelaskan antara makna dan daya.
    Contoh:
    (3) Ibu (I)        : "Ada yang memecahkan pot ini"
        Anak (A)    : "Bukan saya!"
    Dari contoh di atas, si Anak (A) memberikan jawaban yang seakan-akan tidak gayut (pelanggaran prinsip hubungan): A bereaksi seolah-olah dia harus menyelamatkan dirinya dari suatu perbuatan jahat padahal dalam kalimat si Ibu (I) tidak ada kata-kata menuduh A melakukan perbuatan tersebut. Dalam situasi seperti itu, jawaban berupa penyangkalan A sebetulnya dapat diramalkan dan ketidakgayutan (pelanggaran prinsip hubungan) dapat dijelaskan sebagai berikut.

    Kita andaikan I tidak tahu siapa yang melakukan perbuatan tersebut, tetapi ia mencurigai A. Karena I ingin bersifat sopan, I tidak mengucapkan tuduhan langsung. Sebagai pengganti, ia membuat pernyataan yang kurang informatif, tetapi benar, yaitu mengganti pronominal kamu dengan 'ada yang'. A menangkap maksud I dan pernyataan I ditafsirkan oleh A sebagai suatu tuduhan tidak langsung. Akibatnya, ketika A mendengar pernyataan itu, A memberi respons sebagai orang yang dituduh, yaitu A menyangkal suatu perbuatan yang belum dituduhkan secara terbuka. Jadi, pelanggaran maksum hubungan dalam jawaban A disebabkan oleh implikatur di dalam ujaran I, sebuah implikatur tidak langsung yang dimotivasi oleh sopan santun. Jadi, sasaran jawaban A adalah implikatur ini, bukan ujaran I yang sesungguhnya diucapkan.
    Menurut Levinson (1983) via Abdul Rani (2006:173), ada empat macam faedah konsep implikatur, yaitu:
    1. Dapat memberikan penjelasan makna atau fakta-fakta kebahasaan yang tidak terjangkau oleh teori-teori linguistik.
    2. Dapat memberikan penjelasan yang tegas tentang perbedaan lahiriah dari yang dimaksud si pemakai bahasa
    3. Dapat memberikan pemerian semantik yang sederhana tentang hubungan klausa yang dihubungkan dengan kata penghubung yang sama.
    4. Dapat memerikan berbagai fakta yang secara lahiriah kelihatan tidak berkaitan, malah berlawanan (seperti metafora).

 
Dari keterangan itu, jelas bahwa kalimat-kalimat yang secara lahiriah kita lihat tidak berkaitan, tetapi bagi orang yang mengerti penggunaan bahasa itu dapat menangkap pesan yang disampaikan oleh pembicara, seperti:

 
(4).
Suami    : "Si Cuplis menangis minta mimik ibunya!"
     Istri    : "Saya sedang menggoreng."

 
Kedua kalimat di atas secara konvensional struktural tidak berkaitan. Tetapi, bagi pendengar yang sudah terbiasa dengan situasi yang demikian akan paham apa arti kalimat kedua itu. Si istri tidak menjawab ujaran suami bahwa Si Cuplis (anaknya) menangis karena diduga oleh si suami haus dan minta minum susu ibunya, tetapi hanya menyatakan bahwa dirinya sedang menggoreng. Dan, jelas kalimat tersebut hanya dapat dijelaskan oleh kaidah-kaidah pragmatik saja.

 
Keberadaan implikatur dalam suatu percakapan (wacana dialog) diperlukan antara lain untuk:
  1. Memberi penjelasan fungsional atas fakta-fakta kebahasaan yang tidak terjangkau oleh teori-teori linguistik struktural.
  2. Menjembatani proses komunikasi antarpenutur.
  3. Memberi penjelasan yang tegas dan eksplisit tentang bagaimana kemungkinan pemakai bahasa dapat menangkap pesan, walaupun hal yang diucapkan secara lahiriah berbeda dengan hal yang dimaksud.
  4. Dapat menyederhanakan pemerian semantik dari perbedaan hubungan antarklausa, meskipun klausa-klausa itu dihubungkan dengan kata dan struktur yang sama.
  5. Dapat menerangkan berbagai macam fakta dan gejala kebahasaan yang secara lahiriah tidak berkaitan (Levision dalam PWJ Nababan, 1987:28).

 
Istilah implikatur berantonim dengan kata eksplikatur. Menurut Grice (Brown & Yule, 1986:31 dalam Abdul Rani (2006), istilah implikatur diartikan sebagai "what a speaker can imply, or mean, as distinct from what a speaker literally says". Senada dengan itu, Pratt menyatakan (1981; 1977 via Abdul Rani) "what is said is implicated together from the meaning of the utterance in that context." Dari pengertian dia atas. diketahui bahwa implikatur adalah makna tidak langsung atau makna tersirat yang ditimbulkan oleh apa yang terkatakan (eksplikatur). Menggunakan implikatur dalam berkomunikasi berarti menyatakan sesuatu secara tidak langsung.

 

 
Contoh:
(5)    (Konteks: Udara sangat dingin. Seorang suami yang mengatakan pada istrinya yang sedang berada di sampingnya).
    Suami    : "Dingin sekali!"
Transkip ujaran suami yang tidak disertai dengan konteks yang jelas dapat ditafsirkan bermacam-macam, antara lain:
    (5a)    permintaan kepada istrinya untuk mengembalikan baju hangat, jaket, atau selimut, atau minuman hangat untuk menghangatkan tubuhnya
    (5b)    permintaan kepada istrinya untuk menutup jendela agar angin tidak masuk kamar sehingga udara di dalam ruangan menjadi hangat.
    (5c)    pemberitahuan kepada istrinya secara tidak langsung bahwa kesehatannya sedang terganggu.
    (5d)    permintaan kepada istrinya agar ia dihangati dengan tubuhnya.

 
Makna dari keempatnya tersebut merupakan makna implikatur. Makna umum secara tersurat (literal), yang biasa disebut eksplikatur, contoh di atas adalah "informasi bahwa keadaan (saat itu) sangat dingin". Dari sini, terlihat jelas perbedaan makna implikatur dan ekplikatur.
    Dari penjelasan di atas, ternyata implikatur dapat dibedakan menjadi beberapa macam berdasarkan bentuk eksplikaturnya. Berikut ini paparannya lebih lanjut:
  1. Implikatur yang berupa makna yang tersirat dari sebuah ujaran (between the line), merupakan implikatur yang sederhana.
  2. Implikatur yang berupa makna yang tersorot dari sebuah ujaran (beyond the line), yang merupakan lanjutan dari implikatur yang pertama.
  3. Implikatur yang berkebalikan dengan eksplikaturnya. Meskipun berkebalikan, hal itu pada umumnya tidak menimbukan pertentangan logika.


C. Ciri-ciri Implikatur
    Gunarwan (dalam Rustono, 1999:89 via guru-umarbakri.blogspot.com) menegaskan adanya tiga hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan implikatur, yaitu:
(1) implikatur bukan merupakan bagian dari tuturan,
(2) implikatur bukanlah akibat logis tuturan,
(3) sebuah tuturan memungkinkan memiliki lebih dari satu implikatur, dan itu bergantung pada konteksnya.

 
D. Contoh Implikatur
* Latihan
1.     A    : Bambang datang
    B    : a. Rokoknya disembunyikan
              b. Aku akan pergi dulu
             c. Kamarnya dibersihkan
            
    I    mp    : a. Mungkin Bambang adalah perokok, tapi ia tidak pernah membeli rokok. Merokok kalau ada yang memberi, dan tidak pernah member temannya, dsb.
            b. Mungkin tidak senang dengan Bambang
            c. Mungkin Bambang adalah seorang pembersih. Ia akan marah-marah melihat sesuatu yang kotor.

 
2. Bapak    : Baju Bapak belum diseterika
    Ibu    : Ibu sedang menyuapi adek, Pak
    Imp    : Ibu menolak menyetrikakan baju Bapak karena sedang menyuapi adek makan

 
3.     (Konteks: Jam menunjukkan pukul 10 malam. Seorang ibu kos menegur anak kos yang masih duduk di depan bersama teman-temannya)
    Ibu Kos    : "Sudah jam sepuluh, Mbak!"

 
    Imp    : a.Ibu kos meminta teman-teman anak kosnya untuk segera pulang
     b. Ibu kos bermaksud memberi tahu bahwa jam berkunjung sudah lewat dari batasnya
    …

 
4. Kemarin aku bertemu dengan si Ucok yang pembawaannya keras. Pantas saja, ternyata dia orang Batak.
    Selama ini, orang Batak selalu dipandang sebagai orang yang berwatak keras, implikasi yang muncul adalah orang Batak, pembawaannya keras.

 
5. Deni bak orang Negro, jadi dia hitam
            Selama ini kita tahu bahwa Orang Negro identik dengan kulit hitam, maka implikasi yang muncul adalah orang Negro berkulit hitam.

 
6. Janganlah seperti Linling, yang perhitungan, kamu bukan orang Cina.
            Selama ini kita tahu nama Lingling identik dengang nama orang Cina. Orang Cina juga identik dengan pelit atau perhitungan dengan uang. Implikasi yang muncul adalah orang Cina perhitungan/pelit.

 
7. Dia orang Padang, dia suka sekali makanan pedas.
            Selama ini, orang Padang selalu suka makan pedas, implikasi yang muncul adalah Orang Padang suka makanan yang pedas.

 
8.     A    : Aduh, perutku keroncongan.
    B    : Ok, kita ke warung Rata-rata saja.
    Implikatur    : …

 
9.     A    : Bu Guru sudah datang
    B    : a. Cepat keluarkan buku di atas meja!
             b. Jangan ramai!
             c. Cepat duduk ditempat masing-masing!
             d. PRmu sudah kamu kerjakan belum?
    Implikatur    : a. …
                 b. …
                 c. …
                 d. …

 

 
10. (Konteks: Malam minggu, pria dan wanita sedang pendekatan)
    Pria    : "Wah, nanti malam sudah malam minggu nih…"

 
    Implikatur    : ….

 

 

 

 

 

 
Daftar Pustaka

 
guru-umarbakri.blogspot.com. Pragmatik diakses 3 Februari 2010 pukul 15.00
Rani, Abdul, dkk. 2006. Analisis Wacana. Jawa Timur: Banyumedia Publishing
Subagyo, Ari P. Pragmatik 1 (handout). Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma
Widharyanto, B. handout perkuliahan: Unsur-Unsur Wacana

 

 

 


 
            

Tidak ada komentar: