Sabtu, 18 Desember 2010

MENGANALISIS DRAMA GERBANG PENGCHIANAT Karya: Morna Stuart

I. DATA TEKS DRAMA

Judul buku : Gerbang Pengchianat
Karya : Morna Stuart
Penerbit : Jajasan Kanisius
Tahun : 1968

II. ANALISIS UNSUR-UNSUR DRAMA
A. Jenis Drama
Drama ini merupakan salah satu jenis drama tragedi karena drama ini dapat menyebabkan penonton maupun pembaca dapat merasakan pertikaian yang terjadi di dalamnya. Konfliknyapun menimbulkan ketegangan dan penonton atau pembaca dapat merasakan kelegaan emosional setelah mengalami ketegangan dan pertikaian batin yang biasa disebut dengan katarsis.
Berdasarkan ragam bahasa yang dipakai, drama ini termasuk drama yang menggunakan ragam berbahasa Indonesia ragam umum walaupun masih menggunakan ejaan yang belum disempurnakan atau masih menggunakan ejaan lama.
Jika dilihat dari bentuk sastra cakapannya, drama ini menggunakan bentuk sastra cakapan prosa. Hal ini dapat dibuktikan dengan banyaknya dialog antar tokoh-tokohnya. Dari segi kuantitas cakapannya, drama ini termasuk dalam kelompok drama banyak kata karena menggunakan banyak kata atau dialog. Termasuk pula dalam kelompok drama dialog karena menyangkut banyak tokoh yang dituntut untuk berdialog.
Untuk media pementasannya sendiri, drama ini dapat termasuk dalam drama pentas (panggung). Oleh karena itu, dapat dilihat bahwa drama ini memiliki tujuan sebagai drama yang dapat dipentaskan, selain itu dapat pula disebutkan bahwa drama ini bertujuan sebagai sosiodrama, maksudnya di dalam drama ini dapat dilihat berbagai masalah sosial, politik dan agama yang bertujuan untuk memberikan informasi kepada yang membaca maupun yang menonton tentang berbagai masalah tersebut. Jika dilihat dari penonjolan unsur seninya, drama ini merupakan drama kata, karena meononjolkan dialog antar tokoh-tokohnya dan juga bahasa tubuh mereka.
Drama ini merupakan drama terjemahan, artinya drama ini merupakan drama yang dibuat sendiri oleh Morna Stuart dengan judul Traitorsgate namun dialihbahasakan atau diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh Seminari Mertoyudan. Drama yang termasuk dalam drama panjang ini terdiri dari tiga babak dimana babak dua dan tiga masih dibagi lagi menjadi beberapa bagian.




B. Tokoh
Tokoh-tokoh yang ada dalam drama ini:
Thomas More : bekas Kanselir Raja
Thomas Cromwell : para pengikut Raja
Lord Norfolk : para pengikut Raja
Advokat Jendral Rich : para pengikut Raja
Palmer Cranmer : Uskup baru yang diangkat atas persetujuan Raja
Margareth : anak More
Peg : anak More
Clement : anak More
Willian Roper : anak More
Nicholas Wilson : bekas bapa pengakuan istana

Dalam drama ini dapat kita lihat peranan masing-masing tokoh dalam memainkan drama tersebut. Thomas More merupakan tokoh utama dalam drama ini karena akan mengulas perjalanan Thomas More dalam mempertahankan tujuannya yang pertama dan yang paling utama,yakni ”Mengabdi pada Tuhan dahulu, baru kemudian mengabdi raja”. Jika dilihat peranannya yang lain yaitu dari segi tokoh-tokoh tambahannya, keempat putera-puteri Thomas More, para pengikut Radja, Uskup baru, dan bekas Bapa pengakuan istana bisa dikategorikan sebagai tokoh tambahan.
Sedangkan berdasarkan fungsinya, tokoh dapat dibedakan menjadi beberapa macam yaitu:
a. Tokoh Protagonis yaitu tokoh yang diharapkan berfungsi untuk menarik simpati dan empati. Dalam drama tokoh protagonis yaitu: Thomas More.
b. Tokoh Antagonis yaitu tokoh yang berfungsi sebagai penentang tokoh utama dari tokoh protagonis. Dalam drama tokoh antagonis dapat dilihat melalui tokoh : Raja Hendrik VIII (raja Inggris), dan tiga pengikutnya yaitu Thomas Cromwell, Lord Norfolk, dan Advokat Jendral Rich.
c. Tokoh Tritagonis yaitu tokoh yang berpihak pada tokoh protagonis atau antagonis. Dalam drama ini tokoh tritagonis lebih berpihak pada tokoh protagonis, dapat kita lihat melalui keempat anak Thomas More yang membela ayahnya yaitu Margareth, Peg, Clement, dan William Roper, selain itu ada pula tokoh yang juga berpihak pada tokoh protagonis yaitu Cranmer, Uskup baru yang diangkat atas persetujuan Raja yang masih menghormati Thomas More, dan Nicholas Wilson, bekas Bapa pengakuan istana yang senasib dengan Thomas More rela dibilang pengkhianat karena tidak mau bersumpah.
Berdasarkan pengungkapan wataknya drama ini merupakan drama yang tokoh-tokohnya masuk dalam kategori tokoh bulat yaitu pelaku dalam drama ini dapat dibedakan watak tokoh-tokohnya sehingga penonton atau pembaca dapat terkejut karena tokoh dapat memiliki watak di luar dugaan.
Menurut pengembangan wataknya tokoh dalam drama ini termasuk dalam tokoh berkembang, artinya dalam setiap babak, tokoh mengalami perubahan watak dan berkembang sehingga penonton dapat terkejut dibuatnya karena penuh dengan kejutan.
Jika dilihat pencerminannya dalam kehidupan nyata, tokoh yang digambarkan termasuk tokoh tipikal karena mencerminkan orang atau sekelompok orang dalam suatu lembaga yang nyata, misalnya drama tersebut diceritakan di sebuah kerajaan Inggris dan di dalamnya terdapat tipikal seorang Raja, Kanselir, maupun Uskup yang dalam kehidupan nyata memang benar adanya. Untuk tokoh netral keempat anak Thomas More dapat masuk ke dalamnya karena tokoh tersebut hadir semata-mata demi drama tersebut dan tidak berpretensi mewakili sesuatu di luar diri mereka.
Untuk kebadanan tokohnya sendiri, drama ini tidak begitu jelas dalam menggambarkan tokoh-tokohnya. Hanya saja, kita dapat menemukan sedikit ciri keadaan kebandanan tokoh Thomas More sebagai berikut: seorang laki-laki dari keluarga biasa dan memiliki anak empat putra dan putri. Sedangkan tokoh-tokoh yang lain kurang dijelaskan ciri-ciri kebadanannya.
Ciri-ciri kejiwaan dari tokoh Thomas More adalah sebagai berikut: pandai dalam bahasa klasik, Latin, dan Yunani. Ia menjadi seorang suami dan ayah yang baik dan bijkasana, tetapi juga tegas, berhati-hati dan selalu menggunakan pikiran dan akal sehat. Sedangkan dari sisi kemasyarakatannya Thomas More merupakan seorang ahli hukum yang terkenal, pandai dalam kenegaraan, mudah bergaul dengan rakyat kecil, tidak kaku dalam pergaulan orang-orang besar negara. Jika dilihat tokohnya yang lain seperti Thomas Cromwell, dia digambarkan sebagai seorang Kanselir pengganti Thomas More yang sanggup mengubah politik menurut kehendak raja, tanpa memandang cara maupun sarana,asal membawa keharuman negara,meski dengan mengorbankan negara.
Teknik penyajian tokoh dalam drama ini merupakan penokohan secara langsung maksudnya pengarang mendeskripsikan tiap tokoh pada bagian awal teks drama atau dengan cakapan si tokoh, tingkah laku tokoh, dan juga melalui cakapan tokoh lainnya. Misalnya pada percakapan antara Thomas More dengan Nicholas Wilson terdapat kutipan tentang penggambaran watak tokoh Thomas More yaitu:
Wilson : ”.................. . Kamu itu berhati-hati dan selalu menggunakan pikiran dan akal sehat......” (Babak II baian 2, hal 43)

C. Alur
Di dalam drama Gerbang Pengchianat ini dapat kita lihat beberapa unsur alur yang perlu dianalisis yaitu:
a. Eksposisi/Paparan
Dimulai dengan adanya percakapan Thomas More dengan keempat anaknya di rumah kediamannya di Chelsea. Dalam drama ini, diperkenalkan siapa Thomas More dan anak-anaknya ( babak 1, hal 10).
Peg : ........... . Seumpama ayah masih menjadi Kanselir, harus bersumpah juga dan tidak ada jalan lain.

b. Rangsangan
Adanya pandangan yang saling bertentangan dalam drama, dapat dilihat dengan munculnya thomas Cromwell dan Lord Norfolk yang berbeda pandangan dengan Thomas More soal sah tidaknya pernikahan Sri Baginda dan bercerai dengan permaisuri yang dahulu ( babak 1, hal 15).
Cromwell : Soal sah dan tidaknya perkawinannya, Sri Baginda bercerai dengan permaisuri yang dahulu dan sekarang kawin lagi.

c. Konflik/Tikaian
Konflik yang terjadi pada drama ini dimulai ketika Thomas More menghadap ke pengadilan bersama dengan seorang imam, bekas imam istana yang juga tidak sependapat bahwa Raja menikah lagi dan di sana mereka bertengkar dengan Cromwell dan Norfolk karena mereka masih teguh pada pendiriannya tidak mau bersumpah demi raja ( babak 2 bagian 2, hal 48)
More : ............ . Sekarang sudah tidak dapat mundur; Kita hanya tinggal harus berhadapan dengan sumpah. .......


d. Rumitan/Komplikasi
Thomas More disuruh bersumpah rahasia, tetapi dia menolak jika harus bersumpah untuk mengakui Raja sebagai kepala Gereja dan menolak kekuasaan Santo Bapa. Lalu karena tidak mau bersumpah, maka ia lalu di bawa ke Tower, dan dipenjara di sana sampai 15 bulan (babak 3 bagian 1, hal 52).
More : ........... O Tuhan, pertolonganmu, Tuhan! Orang mati karena tidak berani memandang kamu, Tuhan!! Orang mati karena Raja. ........

e. Klimaks
Pada klimaks dalam drama ini bisa ditemukan bahwa thomas More semakin terdesak dengan adanya kedatangan Advokat Jendral Rich yang ingin menyerang More sementara itu para biarawan Karthuiser juga ikut ditahan dan dimasukkan ke penjara. Dan pada bagian ini Thomas More diputuskan bersalah/berkhianat kepada Raja karena telah terlanjur berkata pada advokat Rich bahwa ”Raja itu bukan pembesar Gereja di Inggris” (babak 3 bagian 2, hal 55).
More : ................ . Saya tetap berpegang teguh pada pada hak saya, hak yang selalu saya pertahankan sampai sekarang ini. ...........

f. Krisis
Tanggal 1 Juli Thomas More diadili dan dijatuhi hukuman mati, namun karena Rich bersumpah palsu dan memutarbalikkan kata-kata Thomas More, maka More ditunda hukumannya (babak 3 bagian 2, hal 65).
More : Hukum sudah diputar-balikkan berbeda seperti apa yang kuketahui. ...........

g. Leraian
Thomas More diputuskan berkhianat terhadap Raja dan dihukum mati tanggal 6 Juli 1535 (babak 3 bagian 3, hal 75)
More : Kapan saya harus mati?
Cromwell : Besok, dan Raja......



h. Penyelesaian
Penyelesaian drama ini diakhiri dengan penantian Thomas More yang siap untuk dihukum mati, dan secara tidak langsung ia diangkat menjadi orang kudus karena masih berpegang teguh pada kesetiannya pada Tuhan Yesus Kristus (babak 3 bagian 3, hal 81 ).
More : Imanmu terlihat pada dadamu (mencium salib), Kita ini juga termasuk golongan orang kudus, yang hidup dan yang mati, dan tak akan terpisahkan lagi. ..........

Jenis konflik yang terdapat dalam drama ini adalah konflik antara manusia dengan sesamanya. Hal ini dapat dilihat dari berbagai pertengkaran dan perbedaan pendapat antara Thomas More dengan teman-temannya. Selain itu kita juga bisa mengatakan pula bahwa terdapat konflik antara manusia dengan pencipta-Nya, yaitu bisa dilihat bagaimana Thomas More tetap berpegang teguh pada pengabdiannya terhadap Tuhan. Jenis selesainnya ini lebih dapat disebut sebagai penyelesaian yang sifatnya katastrofe karena drama ini termasuk jenis drama tragedi dan berakhir menyedihkan. Urutan waktu peristiwanya merupakan alur maju, maksudnya alurnya kronologis, karena drama ini dimulai dari tahap awal kemudian menuju ke tengah hingga mencapai akhir penyelesaian.
Jumlah alur yang dipakai dalam drama ini bisa dikatakan memakai alur jamak, hal ini bisa kita lihat adanya tokoh protagonis yang lebih dari satu, yang memiliki nasib yang sama dalam memegang teguh pendirian. Sedangkan untuk hubungan antarperistiwanya drama ini menggunakan alur padat karena dalam drama ini terdapat peristiwa atau kejadian yang susul-menyusul dan setiap bagian terasa sangat penting dan menentukan. Pada pengakhirannya, alur pada drama ini menggunakan alur tertutup karena pada akhir cerita sangat jelas digambarkan bahwa Thomas More mati dan hal ini membuktikan bahwa kisah pada drama ini diakhiri dengan kepastian secara pasti atau secara jelas. Untuk teknik penyajian alurnya (pengalurannya) dalam drama ini menggunakan penyajian alur secara langsung/deskriptif, jika dilihat dari percakapan antar tokohnya, kita dapat menemukan alur-alurnya, dimana letak paparannya atau konfliknya.

D. Latar
Dalam drama ini dapat ditemukan beberapa latar berdasarkan tempatnya yaitu digambarkan berupa sejarah Gereja Suci di Negara Inggris jaman pemerintahan Raja Hendrik VIII. Ada beberapa tempat dan waktu yang menjadi latar drama ini, yaitu:
1. Pada babak 1 digambarkan berada di rumah kediaman Thomas More di Chelsea pada bulan April 1534.
2. Pada babak 2 digambarkan kejadian terjadi pada hari Minggu bertempat di rumah keluarga Clement di Bucklersbury di London, di sebelah kanannya ada perapian.
3. Pada babak 2 bagian 2 digambarkan latarnya berada di istana Lambeth, saat itu adalah hari Kamis dan bertepatan dengan musim semi.
4. Pada babak 3 bagian 1 digambarkan latarnya berada di sebuah sel di Bell Tower bagian bawah, waktunya adalah di bulan Mei 1535.
5. Pada babak 3 bagian 3 digambarkan latarnya sama, berada di Bell Tower, waktunya adalah sore hari agak gelap.
Sedangkan untuk latar spiritual/sosial/suasananya bergantung pada alurnya, biasanya keluarga Thomas More mengadakan suatu perjamuan kecil seperti acara minum teh sambil bernyanyi, atau dari segi kepercayaan, Thomas More dan teman-temannya yang sependapat dengan More tetap percaya dan yakin bahwa yang memegang kekuasaan sebagai kepala Gereja adalah Santo Bapa bukanlah Raja.
Berdasarkan pencerminannya dalam kehidupan nyata, drama ini termasuk drama yang memiliki latar tipikal karena drama ini menonjolkan sifat khas yang menonjol, hal ini dapat terlihat dari ceritanya yang merupakan sejarah Gereja yang terdapat di Inggris dan bercerita seputar masalah di kerajaan yang jika dilihat dalam masa sekarang di kerajaan Inggris masih terdapat adanya pemimpin kerajaan seperti Raja (sekarang Ratu).
Dalam drama ini tidak ditemukan adanya anakronisme karena tidak ditemukan keganjilan pada setiap kejadian dalam drama. Teknik penyajian latarnya (pelatanrannya) digambarkan secara langsung/deskriptif karena di setiap babak dituliskan pendeskripsian latar baik tempat maupun waktunya.

E. Tema
Tema pada drama ini adalah pengabdian Thomas More kepada Tuhan dengan rela mengorbankan dirinya disebut sebagai pengkhianat karena tidak memihak pada Raja. Menurut penulis, di dalam drama ini terdapat dua tingkatan tema yaitu tingkat sosial dan tingkat devine. Untuk tingkat sosial dapat dilihat hubungan antara tokoh utama dengan sesamanya, tentang bagaimana menghadapi permasalahan dalam bidang sosial, politik dan agama. Sedangkan untuk tingkat devine, hal ini bisa dilihat dalam masalah yang melibatkan hubungan manusia dengan Tuhan, dan dengan keyakinannya itu.
Dalam drama ini sangat jelas ditemukan adanya tema tradisional yang merupakan pikiran utama yang biasanya digunakan dalam karya sastra yang berkaitan dengan masalah kebenaran dan kejahatan, seperti kata More ”Mengabdi pada Tuhan dahulu, baru kemudian mengabdi raja”. Tema mayor dalam drama ini adalah agar kita jangan terpengaruh oleh mereka yang hanya mementingkan keinginannya sendiri. Tema minor pada drama ini adalah adanya kesetiaan pada pemimpin yang tak terbatas. Untuk penyajian temanya (penemaannya) disajikan secara tidak langsung/dramatis/tersirat karena penonton atau pembaca diajak untuk mencari tema yang terkandung dalam drama tersebut.

F. Bahasa
Judul pada drama ini yaitu Gerbang Pengchianat sudah sesuai dengan isi yang diceritakan, tidak ada kerancuan karena judul dan isinya sama-sama menunjukkan tentang bagaimana perjalanan seorang ahli hukum dihukum dan dituduh mengkhianati Raja hanya karena tidak mau bersumpah. Bahasa pada bagian keterangan pementasannya sangat jelas untuk dipahami maksudnya, jadi bagi pembaca yang akan mementaskannya tidak akan kesulitan untuk memahami cara memainkannya. Pada bagian tersebut juga dituliskan tentang situasi dan kondisi para tokoh yang dibahasakan secara jelas. Untuk bahasa cakapannya, menggunakan bahasa Indonesia ragam umum namun masih berupa ejaan lama, jadi pembaca akan merasa tertantang untuk membacanya.
Ada sedikit yang istimewa dari penggunaan bahasa ini, yakni adanya campuran bahasa, maksudnya di beberapa babak ada adegan yang menuntut pemain atau tokohnya menyanyikan lagu dengan bahasa Inggris dan bahasa Latin, tapi keuntungannya penerjemah buku ini memberikan terjemahan kata-kata dalam bahasa selain bahasa Indonesia tersebut.Menurut penulis, karena buku ini adalah buku lama dan merupakan terjemahan, maka sedikit sekali ditemukan adanya ketidaktepatan penggunaan bahasanya. Kalaupun ada menurut penulis, ketidaktepatan pada penggunaan bahasa lebih terlihat pada kesepadanan katanya, bahasa dengan ejaan lama memang terlalu sulit untuk dimengerti, tapi menurut penulis itu semua tidak mempengaruhi ketidaktepatan bahasanya.


G. Hubungan Kelima Unsur Intrinsik
Menurut penulis, drama ini sudah mengandung unsur-unsur yang tergarap, drama ini menunjukkan tokoh-tokohnya baik yang protagonis maupun antagonis, drama ini juga menunjukkan latar-latar yang jelas, dari temanya sendiri baik pembaca maupun penonton yang melihat pementasan ini akan dengan cepat menebak temanya karena sangat jelas, sedangkan yang terpenting untuk alurnya, penonton tidak akan dibuat bingung karena alurnya sendiri kronologis dan secara urut menunjukkan kejadian-kejadian yang akan terjadi.
Unsur yang tergarap secara menonjol menurut penulis ada dua, yaitu dilihat dari alur dan tokohnya. Untuk tokoh, pengarang sangat jeli menunjukkan watak-watak setiap tokoh, pembaca maupun penonton akan mudah memahami dan dapat membadingkan tiap tokohnya. Sementara itu, alurnya yang kronogis dan mengadung hubungan kausalitas juga penting dalam pembuatan drama ini, karena pengarang berusaha menceritakan kembali kejadian masa sejarah yang terjadi pada masa pemerintahan Raja Hendrik VIII, dan pengarang berhasil secara apik merangkai kembali alurnya sehingga pembaca atau penonton seolah bisa merasakan kejadian pada masa itu.
Kesimpulannya drama ini memiliki unsur-unsur yang terpadu secara harmonis, semua unsur saling mengisi dan menjalankan perananya masing-masing. Menurut penulis hanya penggunaan kata dalam bahasa Inggris dan Latinlah yang sedikit mengganggu keterpaduan dan keharmonisan hubungan unsur-unsur itu walaupun begitu tidak merusak keutuhan drama tersebut karena penerjemah dari Seminari Mertoyudan ini juga memberikan terjemahannya. Tapi gangguan tersebut menurut penulis dapat menjawab pertanyaan tentang bagaimanakah aspek keberagamannya? Dengan adanya kata dalam bahasa asing tersebut justru menambah keberagaman pembaca maupun penonton untuk mengenal kata-kata asing tersebut.






III. ASPEK PEMENTASAN DRAMA
A. Pelaku/pemain
Drama ini sangat menuntut para pemain yang berperan sebagai tokoh-tokoh dalam drama ini untuk memahami watak para tokohnya. Tentang bagaimana para pemain memerankan sikap bijaksana dari Thomas More maupun sikap keras kepala dari tokoh Cromwell. Agar tampak meyakinkan, diharapkan bantuan setiap pemain untuk terus berlatih tentang bagiamana menghafal dialog yang menggunakan bahasa Latin.

B. Pentas/panggung/tempat
Hal pertama yang perlu diperhatikan bagi seksi dekorasi adalah tentang bagaimana membuat latar dengan berbagai suasana. Seperti yang sudah dijelaskan di awal, bahwa penata dekorasi haruslah membuat beberapa latar seperti membuat istana, penjara, rumah dengan waktu yang berbeda pula, pagi hari, sore hari maupun pada musim semi. Selain itu, jika ditinjau dari segi watak desainnya, dianjurkan bagi penata dekorasi untuk menggunakan desain yang konvensional yang biasa digunakan dalam teater yang tradisional. Karena drama ini banyak terdapat latar, disarankan bagi tata dekor untuk membuat drop dan wing set hal tersebut bertujuan agar pemain lebih mudah untuk keluar masuk, dan juga lebih cepat pula latar tempat atau waktu bisa dengan mudah berganti.

C. Waktu
Karena drama ini termasuk drama panjang yang terdiri 3 babak, maka sangat disarankan bagi pemain untuk berlatih lebih giat, agar hasilnya juga maksimal. Dan untuk waktu pementasannya bisa memakan waktu kurang lebih satu jam.

D. Penonton
Salah satu tujuan penonton menonton drama maupun teater adalah adanya kesamaan emosional antara penonton dengan pemain. Motivational forces mereka serupa> Begitu pula jika penonton menonton drama ini bisa dipastikan penonton dapat merasakan maupun mengambil bagian perasaannya pada aksi-aksi di dalam lakon. Untuk posisi penonton dapat digunakan sistem letak penggung berada di depan dan penonton menghadap lurus ke arah panggung.

E. Tata Dekor
Seksi dekorasi dalam pementasan drama ini harus memperhatikan beberapa hal diantaranya harus memperhatikan struktur settingnya. Seksi dekorasi bisa menggunakan drop dan wing yang berfungsi sebagai jalan keluar masuk aktor melewati tepi sisi panggung. Sedangkan menurut lokasi perwujudannya dekorasi pada penataan panggung ini lebih banyak menggunakan interior set yaitu dekorasi yang menggambarkan keadaan di dalam ruang tertutup (indoor). Jika ditinjau dari segi watak desainnya seksi dekorasi bisa menggunakan dekorasi yang konvensional sebab dekorasi yang dituntut bisa disesuaikan dengan latar yang sudah disepakati.



F. Tata Cahaya
Tata Cahaya di sini bertujuan untuk menerangi dan menyinari pentas dan aktor, mengingatkan efel lighting alamiah;maksudnya ialah menentukan keadaan jam, musim, cuaca dengan lighting selain itu membantu seksi dekor dalam menambah nilai warna sehingga tercapai adanya sinar dan bayangan. Untuk seksi cahaya perlu diperhatikan penataan lampu agar dapat disesuaikan dengan aspek-aspek pementasan yang lain. Yang perlu diperhatikan adalah dalam penggunaan linghting plot yang sangat penting dalam menyelenggarakan drama, sama pentingnya dengan peralatan lampunya. Linghting plot merupakan pengaturan panggung yang memperlihatkan posisi semua sinar. Untuk itu, sebelum pementasan drama harus ada paling sedikit latihan dengan lampu/sinar.

G. Tata Musik
Dalam drama ini dapat digunakan sebagai awal dan penutup adegan sebagai jembatan antara adegan yang satu dengan yang lainnya. Karena drama ini menceritakan kejadian seputar kerajaan Inggris yang juga menyelipkan musik Inggris dan Latin, maka untuk seksi musik harus memperhatikan musik tersebut.

H. Tata Bunyi Efek
Tiap-tiap efek bunyi membantu penonton lebih membayangkan apa yang terjadi di dalam lakon. Oleh karena itu, penggunaan efek bunyi ini harus sesuai dengan tujuannya. Dalam drama ini salah satu contoh bunyi efek yang diperlukan adalah suara binatang malam, seperti jangkrik karena ada latar waktu yang menunjukkan adegan malam hari.

I. Tata Pakaian
Seksi kostum selayaknya harus mengetahui bagian-bagian kostum yang bertujuan membantu penonton agar dapat mendapatkan suatu ciri atas pribadi tokoh yang diperankan selain itu untuk membantu memperlihatkan adanya hubungan peranan yang satu dengan peranan yang lain. Khusus dalam drama ini, perlu diperhatikan penggunaan kostumnya, dan kostum yang sepantasnya digunakan oleh para tokoh adalah kostum kerajaan Inggris sesuai dengan peranannya masing-masing.Dan kostum tersebut merupakan salah satu tipe kostum historis, yaitu kostum yang dikenakan karena periode-periode spesifik dalam sejarah (sejarah Gereja Suci di Negara Inggris).

J. Tata Rias
Untuk penata rias, drama ini merupakan sebuah tantangan karena menggunakan character make-up atau make-up yang berkarakter. Jadi, penata rias menjalankan fungsi pokok karena penata rias dituntut untuk mengubah wajah sesorang sabagai tokoh yang diperankan. Penata rias dapat menggunakan teknik rias bangsa, rias tokoh/watak atau rias temporal. Teknik rias bangsa karena, penata rias dituntut untu mengubah pemain yang misalnya saja asli Indonesia harus berperan sebagai seorang Inggris. Untuk rias tokoh/watak ini disesuaikan dengan tokoh serta watak yang diperankannya dalam drama tersebut, penata rias harus dapat membedakan tokoh yang satu dengan yang lain. Sedangkan untuk rias temporal, ini digunakan untuk mengubah riasan sesuai dengan waktunya, misalnya adegan Thomas More sebelum dipenjara akan berbeda riasannya setelah More dipenjara.

K. Sutradara
Sutradara dalam pementasan drama ini merupakan seseorang yang paling bertanggungjawab atas suksesnya pementasan drama. Yang pertama dilakukan seorang sutradara adalah menentukan casting atau proses penentuan pemain berdasarkan kecakapannya, hasil observasi hidup pribadinya atau berdasarkan kecocokan fisiknya. Selain itu sutradara juga tak boleh melupakan bagaimana pengerjaan tata dan teknik pentas seperti menyangkut soal tata pakaian, tata rias, dekor, atau tata rias. Yang perlu diperhatikan pula dalam pementasan drama ini, adalah bagaimana menyusun cerita, naskah dan akting si pemain. Tantangan untuk sang sutradara bisa dilihat dari pembuatan naskah drama yang masih menggunakan ejaan lama, yang kemungkinan besar akan menyulitkan pemainnya.
Selain hal-hal tersebut di atas, seorang sutradara juga harus memperhitungkan tampat pementasan, penonton dan waktu pementasannya. Seorang sutradara juga diharapkan dapat memberikan evaluasi setiap selesai berlatih sebelum melakukan pementasan.


IV. TANGGAPAN PENULIS
Secara keseluruhan drama ini sudah mencakup unsur-unsur yang lengkap, kronologis, dan memiliki tema yang jelas. Kelemahannya hanya tampak pada penggunaan ejaan bahasa lama yang mempersulit pembaca untuk cepat memahaminya. Namun walaupun begitu, di balik semua kekurangan dalam buku ini kita dapat menemukan banyak kelebihannya. Drama ini sangat cocok untuk dipentaskan, penulis yakin penonton akan ikut dalam kejadian atau peristiwa yang ada dalam drama tersebut.



DAFTAR PUSTAKA

Hariyanto,P. 2000. Pengantar Belajar Drama. Yogyakarta:PBSID FKIP Universitas Sanata Dharma.
Harymawan,RMA.1988. Dramaturgi.Cetakan I. Bandung:Rosda.
Stuart,Morna. 1968. Gerbang Pengchianat. Seminari Mertoyudan: Yayasan Kanisius.


*** Tulisan di atas adalah analisis drama hasil dari tugas mata kuliah Apresiasi Drama. Agak sedikit 'terpaksa' karena drama yang saya pilih begitu 'jadul'. Agak sulit membahasakannya sesuai dengan EYD. Tapi, berhubung bukunya yang tipis saya jadi menghilangkan keterpaksaan itu. Lebih cepat dianalisis kan lebih baik. Lagi pula latarnya yang bergaya epik menurut saya menjadi apik juga kalau benar-benar dipentaskan..

Tidak ada komentar: